Friday, July 8, 2011

Hei Annex, Look at me please!

Empat tahun yang lalu setelah tamat dari sekolah berseragam putih abu-abu, saya berkeinginan untuk melanjutkan studi di institut teknologi terbaik di Indonesia yang berlokasi Di Bandung. Dengan mengambil Teknik Perminyakan.

Kampus berlambang gajah duduk tersebut sangat digemari pada masa itu terlebih pada jurusan yang saya minati, Teknik Perminyakan. Dengan peminat yang sangat banyak sementara ketersedian kursi penerimaan terbatas menciptakan persaingan yang ketat. Mungkin karena kurang usaha atau memang tuhan berkata lain, saya gagal untuk mendapatkan jatah satu buah kursi tersebut.

Tapi bukan merupakan suatu masalah mengingat saya juga telah diterima sebagai mahasiswa pada institut teknologi negeri terbaik lainya Di Surabaya, namun pada jurusan yang berbeda.

Masa pendidikan empat tahun terlewati sehingga nama saya layak untuk memiliki embel-embel Sarjana Teknik. Upacara wisuda baru akan digelar pada bulan Oktober 2011, sebelumnya harus iklas  dengan hanya menjadi sarjana teknik pengangguran tanpa ijazah, yang berkeliaran mencari pekerjaan.

Selama waktu-waktu tersebut, dengan melakukan browsing di internet kesanan kemari mencari lowongan pekerjaan, saya kembali teringat dengan cita-cita empat tahun yang lalu, berkuliah di kampus gajah duduk dengan bidang studi Teknik Perminyakan, sebuah bidang yang berlainan dengan bidang saya saat ini.

Setelah menalaah persyaratan yang dibutuhkan untuk pendafataran, tindakan hunting untuk melengkapinya pun dimulai. Dari semua persyaratan, yang paling memeberatkan adalah masalah ijazah, karena baru akan diterima pada bulan Oktober saat upacara wisuda. Saya konfirmasi hal tersebut kepada bagian pendaftaran yang ada di Bandung melalui telefon dan dianjurkan untuk hanya memilki surat keterangan lulus sementara dari kampus (tanpa embel-embel harus tembusan rektor).

Setelah melakukan pendaftaran online dan mentransfer sejumlah uang untuk biaya pendafataran yang notabene tidak sedikit bagi kantong mahasiswa, perjalanan ke Bandung dari Surabaya pun dilakukani. Dengan penuh pengorbanan, seperti susahnya mencari tiket perjalanan ke Bandung, terjebak macet yang amat sangat di Kota Jakarta waktu itu sehingga  baru sampai di Bandung pada saat telah larut. Pada saat perjalanan, dalam hati saya berkata, mungkin ini saat nya saya diterima di Kampus terbaik ini. Mungkin segala pengorbanan yang telah saya lakukan, telah cukup.

Esok harinya, pada pagi hari sekitar pukul 9, proses mengantri di depan loket penerimaan Annex pun dilakukan. Dengan baris antrian yang lumayan panjang, saya bersabar dengan penuh harap, dan kembali menerawang sembari menghirup segarnya udara Bandung di pagi hari, andai saja waktu itu lulus test mungkin saya ada disini empat tahun yang lalu.

Tiba pada saat giliran saya menyerahkan berkas untuk di sortir dan verifikasi, saya kaget mendengar pernyataan seorang petugas yang menyatakan bahwasanya surat keterangan lulus saya tidak berlaku karena harus dengan terbusan rektor, atau dengan toleransi hingga dekan. Tanpa pikir panjang karena kaget dan rasa pesimis pun timbul, proses negosiasi dimulai. Saya menyatakan bahwasaya pernah menelfon Annex dan rekanya menyatakan “surat keterangan lulus saja sudah mumpuni untuk proses pendaftaran ikut serta dalam test tulis”. Walaupun saya tidak dapat memberikan ijazah sekarang, toh nanti juga akan saya berikan pada saat daftar ulang jikalau saya lulus  tulis.

Petugas berkulit hitam dengan raut muka tidak ramah tersebut membentak saya, bahwasanya otak saya tidak dapat menangkap atau apalah dalam gumamamnya yang tidak pantas diucapkan sebagai seorang profesional ditambah dengan ekspresi emosi (*loh kok?! Itu buka perkerjaan anda yaa tuan?). Disamping saya sangat kecewa, sedih, saya juga sakit hati diperlakukan dalam bentuk pelayanan yang tidak profesional tersebut. 

“Apakah anda tidak punya anak, saudara, atau anggota keluarga tuan? Bagaimana jika ini terjadi pada salah satu dari mereka? mungkin dalam situasi yang berbeda.”

Saya telah menjelaskan dengan panjang lebar, bahwa saya sudah jauh-jauh datang dari Surabaya, dan saya telah berjanji untuk melengkapi syarat tersebut pada saat daftar ulang dilakukan. Tapi penjelasan saya hanya dianggap angin lalu tanpa memberikan keringanan sedikitpun dengan alasan menegakan peraturan. Berkas saya yang telah lengkap mereka terima dengan catatan jika saya tidak dapat memberikan surat keterangan lulus hingga rektor besok hari, berkas saya akan jadi sampah dan tidak di proses.

Memang benar peraturan untuk ditegakan, hanya saja bagi saya merugikan pihak pelamar. Jika memang ijazah itu dibutuhkan, maka dimana letak kesalahanya jika saya di izinkan untuk mengikuti test tulis dan setelah lulus barulah ijazah tersebut ditagih pada saat daftar ulang, mengingat pada saat daftar ulang ijazah tersebut sudah ada ditangan saya (pertengahan juli). Jika pada saat daftar ulang saya tidak dapat menyerahkan ijazah tersebut, barulah saya dinyatakan tidak layak untuk meneruskan pendidikan. Sampai saat ini saya tidak menegerti apa esensi diberlakukanya peraturan tersebut. Mungkin anak SD saja bisa menggunakan logikanya, betapa kosong dan tidak bergunanya peraturan tersebut sebagai syarat  ikut test tulis yang telah saya bayar.

Saya tidak putus asa dengan hanya berdiam diri di Annex, saya juga meminta keringanan termasuk mendatangi jurusan Perminyakan itu sendiri. Saya lebih kecewa lagi karena mereka tidak dapat membantu saya karena saya menggunakan biaya sendiri bukan bantuan atau link perusahan minyak asing. Ironis memang, mereka dapat memberikan bantuan berupa keringanan terhadap pihak asing tetapi tidak kepada anak bangsanya sendiri yang ingin menuntut ilmu.

Setalah kekecewaan menumpuk, akhirnya saya pasrah, tidak ada gunanya mengemis atau meminta belas kasihan tersebut. Mungkin tuhan punya rencana lain, saya percaya itu. Akhirnya,  saya pulang kembali ke kota pahlawan.

Satu minggu telah berlalu, tepat dengan tanggal 1 juli 2011, yaitu hari test berlangsung saya menerima telefon yang mengatas nama kan kampus gajah duduk tersebut. Mereka menanyakan mengapa saya tidak mengikuti test padahal saya telah mendaftar.

Waah, aneh yaa. Jika berkas saya tidak di proses mengapa saya terdaftar sebagai peserta test? Berarti ultimatum kemaren hanya ultimatum kosong tak bermakna? Sungguh sia-sia dan zalim tindakan anda terhadap saya. Sudah tidak mungkin, untuk mengejar test tersebut, mengingat saya baru di telefon pada hari test tersebut berlangsung sementara jarak antara Bandung dan Jakarta tidaklah dekat.

“Apa maksud dari ini semua Annex? Apakah anda memang tidak profesional atau peraturan yang anda buat hanya semacam hal kosong yang tidak berguna?”

Bukan maksud untuk menjatuhkan atau mencemarkan nama baik kampus gajah duduk tercinta, melainkan untuk memberikan masukan atas tindakan tidak profesional suatu bagian dari institusi anda. Cobalah peraturan tersebut ditinjau kembali. Dan tenaga kerja yang disana saya sarankan untuk mendapatkan training “Etika Dalam Bekerja”.

Surabaya, 8 juli 2011


Tags :annex; gajah duduk; bandung; surabaya, teknik kimia; teknik perminyakan;bandung

No comments: